SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
AGAMA HINDU DI BALI
Di Bali sejarah dan perkembangan agama Hindu diduga mendapat pengaruh dari Jawa
Tangah dan Jawa Timur. Masuknya agama Hindu di Bali diperkirakan sebelum abad ke-8
Masehi, karena pada abad ke-8 telah dijumpai fragmen-fragmen prasasti yang
didapatkan di Pejeng berbahasa Sanskerta. Ditinjau dari segi bentuk hurufnya
diduga sejaman dengan meterai tanah liat yang memuat mantra Buddha yang dikenal
dengan “Ye te mantra”, yang diperkirakan berasal dari tahun 778 Masehi. Pada
baris pertama dari dalam prasasti itu menyebutkan kata “Sivas.......ddh.......”
yang oleh para ahli, terutama Dr. R. Goris menduga kata yang sudah haus itu
kemungkinan ketika utuh berbunyi: “Siva Siddhanta”. Dengan demikian pada abad
ke-8 , Paksa (Sampradaya atau Sekta) Siva Siddhanta telah berkembang di Bali.
Sampai ditulisnya sebuah prasasti tentunya menunjukkan agama itu telah
berkembang secara meluas dan mendalam diyakini oleh raja dan rakyat saat itu.
Meluas dan mendalamnya ajaran agama dianut oleh raja dan rakyat tentunya
melalui proses yang cukup panjang, oleh karena itu agama Hindu (sekta Siva
Siddhanta) sudah masuk secara perlahan-lahan sebelum abad ke-8 Masehi.
Bukti lain yang merupakan awal penyebaran agama Hindu di Bali adalah
ditemukannya arca Siva di pura Putra Bhatara Desa di desa Bedaulu, Gianyar.
Arca tersebut merupakan satu tipe (style) dengan arca-arca Siva dari candi
Dieng yang berasal dari abad ke-8 yang menurut Stutterheim tergolong berasal
dari periode seni arca Hindu Bali.
Dalam prasasti Sukawana, Bangli yang memuat angka 882 Masehi, menyebutkan
adanya tiga tokoh agama yaitu Bhiksu Sivaprajna, Bhiksu Siwa Nirmala dan Bhiksu
Sivakangsita membangun pertapaan di Cintamani, menunjukkan kemungkinan telah
terjadi sinkretisme antara Siva dan Buddha di Bali dan bila kita melihat akar
perkembangannya kedua agama tersebut sesungguhnya berasal dari pohon yang sama,
yakni agama Hindu. Berkembangnya dan terjadinya sinkretisme antara Sivaisme dan
Buddhisme di Bali sebenarnya diduga lebih menampakkan diri pada masa
pemerintahan raja besar Dharma Udayana Varmadeva, karena kedua agama tersebut
menjadi agama negara.
Di samping itu secara tradisional disebutkan bahwa agama Hindu dikembangkan
oleh seorang maharsi bernama Markandeya. Maharsi Markandeya datang ke pulau
Bali dengan para pengikutnya membuka lahan pertanian . Daerah yang dituju pada
mulanya adalah daerah di kaki gunung Agung, kemudian pindah menuju arah Barat
dan tiba di desa Taro (Gianyar). Beliau menanam Panca Datu (lima jenis logam)
di pura Agung Besakih, yang menurut Narendra Pandit Shastri (1957), maharsi
Markandeya ini yang mengajarkan agama Siva di Bali dan mendirikan pura Wasuki
(Besukihan) yang merupakan cikal bakal perkembangan pura Besakih saat ini.
Bersamaan dengan datangnya agama Hindu ke Bali, pada abad ke-8 juga dijumpai
peninggalan-peninggalan yang menunjukkan masuknya agama Buddha Mahayana. Bukti
masuknya agama Buddha Mahayana di Bali dapat diketahui dari stupika-stupika
tanah liat yang tersebar di daerah Pejeng Selatan, Tatiapi dan Blahbatuh,
Gianyar. Seluruh stupika di pura Penataran Sasih, Pejeng dapat diselamatakan
dan dipindahkan ke Museum Bali. Sekitar abad ke-13 Masehi, di Bali berkembang
pula sekta Bhairava dengan peninggalan berupa arca-arca Bhairava di pura Kebo
Edan Pejeng. Sekta ini mungkin berkembang sebagai akibat adanya hubungan
politis dengan kerajaan Singhasari (Singosari) di jawa Timur pada masa
pemerintahan raja Kertanegara. Berdasarkan data sejarah tersebut, ternyata
perkembangan awal kedatangan agama Hindu (Sivaisme) dan Buddha (Mahayana)
hampir pada saat yang bersamaman dan bahkan akhirnya agama Buddha Mahayana ini
luluh ke dalam agama Hindu seperti diwarisi di Bali saat ini.
Pada masa Bali Kuno merupakan masa tumbuh dan berkembangnya agama Hindu yang
mencapai kejayaan pada abad ke-10 dengan ditandai oleh berkuasanya raja suami
istri Dharma Udayana Varmadeva dan Gunapriyadharmapatni. Pada masa pemerintahan
raja ini terjadi proses Jawanisasi di Bali, yakni prasasti-prasasti berbahasa
Bali Kuno digantikan dengan bahasa Jawa Kuno dan susastra Hindu berbahasa Jawa
Kuno dibawa dari Jawa dan dikembangkan di Bali. Masa Bali Kuno ini berakhir
dengan pemerintahan raja Astasura-ratnabhumibanten yang ditundukkan oleh ekspedisi
Majapahit dibawah pimpinan mahapatih Gajah Mada.
` Pada masa Bali Kuno ini (antara abad ke-10 sampai dengan ke-14) pertumbuhan
agama Hindu demikian pesat. Pada masa pemerintahan raja Dharma Udayana, seorang
pandita Hindu bernama Mpu Rajakerta menjabat Senapati I Kuturan (semacam
perdana mentri) yang menata kehidupan keagamaan dengan baik dan terwarisi
hingga kini. Saat itu sekta-sekta yang berkembang di Bali, yang menurut
penelitian Dr. R.Goris (1926) jumlahnya 9 sekta, yang terdiri dari : Siva Siddhanta,
Pasupata, Bhairava, Vaisnava, Bodha (Soghata), Brahmana, Rsi, Sora (Surya) dan
Ganapatya. Sedangkan dalam beberapa lontar di Bali disebutkannya 6 sekta
(disebut Sad Agama), yang terdiri dari Sambhu, Brahma, Indra, Bayu, Visnu dan
Kala. Di antara seluruh sekta tersebut, rupanya yang sangat dominan dan
mewarnai kehidupan agama Hindu di Bali adalah Siva Siddhanta dengan peninggalan
beberapa buah lontar (teks) antara lain: Bhuvanakosa, Vrhaspatitattva,
Tattvajnana, Sang Hyang Mahajnana, Catur Yuga, Vidhisastra dan lain-lain. Mudra
dan Kutamantra yang dilaksanakan oleh para pandita Hindu di Bali dalam
aktivitas ritual pelaksanaan Pujaparikrama bersumber pada ajaran Siva
Siddhanta.
Pada saat Senapati I Kuturan dijabat oleh Mpu Rajakerta (kini lebih populer disebut
dengan nama Mpu Kuturan) rupanya seluruh sekta tersebut dikristalisasikan dalam
pemujaan kepada Tri Murti yang melandasi pembangunan Desa Krama (Pakraman) atau
desa Adat di Bali hingga kini. Fragmen-fragmen peninggalan sekta-sekta lainnya
masih dapat ditemukan baik berupa peninggalan purbakala, karya sastra dan
aktivitas ritual.
Ketika Bali memasuki abad pertengahan (abad 14 sampai dengan 19 Masehi), di
bawah hegemoni Majapahit, maka kehidupan dan tradisi Majapahit ditransfer ke
Bali bahkan di dalam kitab Nagarakrtagama disebutkan “Bhumi Balya i sacara
lawan bhumi Jawa”, yang menunjukkan bahwa pengaruh Majapahit demikian dominan
di Bali. Pada masa pemerintahan raja besar Waturenggong (Dalem Batrurenggong)
di Gelgel, seorang penasehat raja bernama Danghyang Nirartha (Dwijendra) sangat
berperanan. Saat itu kehidupan agama diwarnai dengan perkembangan Siwaisme yang
dominan, di samping diakui pula eksistensi Buddhisme (dengan tokohnya Danghyang
Astapaka) dan Vaisnava (dengan tokohnya Mpu Mustika) yang hingga kini, walaupun
disebut sebagai agama Hindu atau agama Hindu Dharma, unsur-unsur ketiga sekta
tersebut masih dapat diamati.
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan
kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha
pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja, Sara Poestaka
tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun 1925 di Singaraja, Perhimpunan
Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita
tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha
Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Februari 1959
terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 November tahun
1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di
Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan
landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964),
diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama
Parisada Hindu Bali , yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa kehidupan agama Hindu di
Bali sudah berkembang sejak lama dan karateristik Hindu Dharma yang universal sejak
awalnya tetap dipertahankan dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang
dikenal di Bali dengan ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang harmoni
dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama dan dengan bumi serta lingkungannya.
SEKURANG DAN SELEBIHNYA SAYA MOHON MAAF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar